Kematian Guru Duban
“Tuanku,” kata Wezir kepada raja Yunan. “Kalau kau percaya pada cerita ini, kau akan mengerti bahwa suatu saat guru itu akan mencelakakanmu. Maka jangan jadikan ia kepercayaanmu ataupun pendampingmu. Tuanku, jika dia bisa membuat obat yang bisa menyembuhkan paduka tanpa diminum ataupun dioles, maka dia pun bisa membunuh paduka hanya dengan menyuruh paduka mencium aroma,” katanya.Raja tertegun dan berkata, “Yang kau katakana itu masuk akal wahai Wezirku. Mungkin saja guru Duban itu adalah mata-mata musuhku. Dan ia bisa saja membunuhku dengan mudah. Lalu apa yang harus kulakukan?”
“Panggilah ia secepatnya, lalu bunuhlah. Ini untuk mencegah ia menjalankan rencananya menghancurkan paduka,” katanya.
Raja Yunan segera memberikan perintah untuk memanggil guru Duban. Sang guru datang dengan suka cita dn berkata:
“Semoga Alloh melindungi wahai Sultan. Janganlah kau memanggilku untuk mengucapkan rasa terima kasihmu lagi dan memberiku limpahan hadiah. Kini saatnya aku untuk memberikan baktiku. Katakanlah duhai Sultan, apa yang ingin kau perintahkan padaku?”
“Kau tahu kenapa aku memanggilmu?” tanya raja.
“Tidak ada yang mengetahui kata yang belum terucap, selain ia dan Alloh!” katanya.
“Aku memanggilmu untuk meyerahkan nyawamu!” kata raja.
Guru Duban tersentak kaget, “Apakah kesalahanku sehingga aku harus dihukum mati?”
“Ada yang mengatakan bahwa kau adalah mata-mata yang berencana membunuhku. Maka aku harus membunuhmu lebih dulu…” kata raja yang segera memanggil petugas eksekusi untuk memenggal kepala guru Duban.
“Ampuni aku,” kata guru Duban, “maka semoga Alloh akan mengampunimu. Jangan bunuh aku, maka semoga Alloh tidak akan mencelakakanmu!”
‘Ia mengatakannya berkali-kali seperti yang aku lakukan padamu wahai Ifrit, tapi kau tidak mau melepaskanku dan tetap ingin membunuhku,’ kata si nelayan kepada Ifrit.
“Aku tidak akan melepaskanmu karena aku takut kau nanti akan meracuniku. Yang bagimu merupakan sesuatu yang mudah, seperti kau dengan mudah menyembuhkanku,” kata raja Yunan.
“Oh inikah balasanmu atas kebaikanku?” tanya guru Duban.
“Aku harus membunuhmu secepatnya,” kata raja Yunan.
Guru Duban merasa bahwa raja sudah bulat tekadnya, maka ia berkata, “Ijinkan aku mengajukan permohonan terakhir!”
“Baiklah!” kata raja.
“Inikah balasanmu atas kebaikanku? Kau memperlakukanku seperti balas budinya seekor buaya,” kata guru Duban.
“Buaya apa?” tanya raja.
“Aku tidak bisa mengatakannya padamu dengan kondisiku yang seperti ini. Tapi demi Alloh. Ampunilah aku dan semoga Alloh mengampunimu,” tangis guru Duban.
Seorang pejabat istana memberanikan diri berkata, “Oh raja yang bijaksana, tolonglah pikirkan lagi. Hamba berani bersaksi bahwa guru ini tidak pernah melakukan perbuatan untuk menghancurkanmu. Ia bahkan menyembuhkan penyakit yang tuan derita, sementara tabib lain tidak bisa melakukannya.”
“kau tidak tahu apa-apa,” kata raja. “Seperti yang kubilang. Dia bisa menyembuhkanku dengan mudah, maka ia pun dapat membunuhku dengan mudah. Aku hanya membela diriku!”
‘Kini, Oh Ifrit, guru itu tahu bahwa raja sudah bulat dengan keputusannya dan tidak ada jalan baginya untuk menyelamatkan diri.
“Tuan, kematianku sudah tidak bisa ditawar lagi, dan aku menerimanya sebagai takdirku!” kata guru Duban. “Tapi berilah aku sedikit kelonggaran waktu. Ijinkan aku untuk pulang ke rumah terlebih dahulu utnuk membereskan urusanku. Dan untuk berpamitan dengan keluargaku serta memberi mereka amanat. Juga untuk membereskan buku-buku pengobatanku terlebih dulu. Aku memiliki satu buku yang sangat istimewa. Aku akan menghadiahkannya untuk paduka.”
“Buku apa itu?” tanya raja.
“Buku itu berisi banyak hal rahasia yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Salah satunya adalah: jika nanti kepalaku telah dipenggal, dan kau meletakan kepalaku di sebuah tempat, kemudian membuka tiga halaman pertama buku itu dan membaca tiga baris pertamanya, kepalaku akan menjawab apapun yang kau tanyakan,” kata guru Duban.
Raja sangat senang mendengarnya, maka ia mengijinkan guru Duban untuk pulang ke rumahnya dengan pengawalan yang ketat.
Esoknya, kebun istana telah dipenuhi para pejabat termasuk seorang eksekutor yang akan memenggal kepala guru Duban.
Guru Duban datang menghadap dengan membawa sebuah buku tua dan sekantung bubuk putih. Dia meminta sebuah baki lalu menaburkan bubuk itu di atasnya.
“Wahai raja, ambilah buku ini! Jangan kau buka dulu sebelum ekesekutor itu memenggal kepalaku. Segera letakkan kepalaku di atas baki ini. Bubuk ini akan menghentikan pendarahannya. Lalu bukalah buku ini!” katanya. “Tapi tuan, untuk terakhir kalinya aku katakana bahwa aku bukanlah seperti yang kau tuduhkan!”
“Sia-sia saja kau membela diri,” kata raja dan memerintahkan untuk segera mengeksekusi guru Duban.
Segera setelah kepala guru itu terpenggal, raja meletakannya di atas baki dan kemudian membuka lembar pertama buku tersebut. Tapi halaman tersebut ternyata lengket dengan halaman berikutnya. Maka raja menjilat jarinya sehingga dia bisa dengan mudah memisahkan halaman yang lengket tersebut. Raja terus membuka halaman demi halaman, namun tidak ada satu kalimat pun yang tertulis di lembarannya.
“Kenapa tidak ada apapun disini,” tanya raja kepada kepala guru.
“Bukalah terus halamannya,” kata kepala guru.
Raja membuka kembali halaman berikutnya dan terus menjilat jarinya untuk memisahkan halaman demi halaman. Tanpa disadarinya, raja telah menjilat racun yang dengan sengaja dibubuhkan guru Duban di buku tersebut. Semakin banyak halaman yang terbuka, semakin banyak racun yang diisapnya. Dan ketika racun itu bereaksi raja merasa bahwa kepalanya menjadi berat.
“Penguasa!” kata kepala guru Duban. “Waspadalah saat kau menggunakan kekuasaanmu untuk menganiaya orang tak berdosa! Cepat atau lambat, Alloh akan menghukummu atas ketidakadilanmu dan kejahatanmu!”
Raja menjerit hebat sesaat sebelum kepalanya terkulai dan ia pun tewas.
0 komentar:
Posting Komentar