Kisah Raja Pulau Hitam bag. 2
“Wahai suamiku, jangan kaget melihat penampilanku,” katanya. “Aku baru saja menerima tiga kabar yang membuatku begitu berduka.”
“Kabar apa?” tanyaku.
“Pertama adalah kematian ibuku. Kedua bahwa ayahku telah terbunuh dalam peperangan dan ketiga bahwa adikku telah tewas karena terjatuh ke dalam jurang. Maka biarkan aku menangisi kepergian mereka,” kata istriku.
Aku tahu bahwa ia sebenarnya berduka karena kekasihnya tapi aku pura-pura tidak tahu dan berkata, “lakukanlah apa yang menurutmu baik. Aku tidak akan melarangmu!”
Ia menangis dan berduka selama satu tahun. Kemudian ia meminta ijin padaku untuk membangun sebuah kuburan yang indah dan aku mengijinkannya. Ia lalu membangun sebuah bangunan besar di tengah istana dengan kubah di atasnya dan menyebut tempat itu sebagai Istana Air Mata.
Ketika istana miliknya telah selesai, ia membawa tubuh kekasihnya ke dalamnya. Istriku ternyata menghidupkannya lagi dengan kekuatan sihir yang ia miliki, namun budak itu tidak bisa kembali seperti sedia kala. Ia hanya bisa membuka matanya tapi tidak bisa menggerakkan badannya. Pendek kata ia tidak hidup dan juga tidak mati. Istriku memberi budak itu semacam obat sehingga ia tetap hidup hingga saat ini. Setiap hari istriku pergi mengunjunginya sebanyak dua kali untuk melantunkan pujian-pujian cintanya kepada budak itu. Aku tetap pura-pura mengacuhkannya. Hingga ketika dua tahun berlalu aku mulai kehilangan kesabaranku. Aku lalu pergi ke dalam istananya dan mendengarnya berkata, “Oh betapa berat melihatmu seperti ini wahai kekasih. Seandainya aku bisa memikul sebagian penderitaanmu. Duhai kekasih, ucapkanlah sepatah kata dan aku akan bahagia. Aduh, aku bersedia menukar kebahagiaanku asal aku bisa melihatmu kembali hidup.”
Aku tidak dapat menahan kemarahanku. Aku mendekatinya dan berkata, “Cukup! Sudah saatnya kau menghentikan semua tangisan yang memalukan ini!”
“Suamiku, jika kau masih menghargaiku, aku minta biarkan aku dalam kesedihanku hingga waktu menyembuhkannya,” kata istriku.
Kemarahanku memuncak sehingga aku berkata, “Itu adalah ucapan seorang istri yang mengkhianati suaminya. Kenapa kau tidak mati saja bersama kekasihmu itu!”
Istriku segera menyadari bahwa akulah yang telah menikam kekasihnya. Ia segera bangkit dan memandangku dengan penuh kebencian.
“Ternyata engkaulah yang telah membuatku menderita. Ternyata tanganmulah yang telah membuat kekasihku menjadi seperti ini. Jadi kau datang kesini hanya untuk menertawakan kesedihanku?” ucapnya marah.
“Ya! Akulah yang menikamnya. Dan kau pun pantas mendapatkan perlakuan yang sama!” ucapku tak kalah marah.
Aku segera menghunus pedangku dan siap menikamnya. Tapi istriku mengucapkan kata-kata yang tidak aku mengerti.
Lalu dengan tersenyum ia berkata, “Dengan kekuatan shirku, jadilah kau setengah batu dan setengah manusia!”
Sejak itulah tuan,” kata Raja muda itu. “Aku menjadi seperti ini. Hidup tidak, matipun tidak.
Segera setelah menyihirku, ia memindahkanku ke ruangan ini. Ia menyihir seluruh kerajaan. Seluruh kota diubahnya menjadi sebuah danau. Penduduk kerajaanku terdiri dari empat macam golongan yaitu Muslim, Kristen, Yahudi dan Penyembah Api. Ia mengubah mereka menjadi empat jenis ikan. Putih untuk Muslim, merah untuk Penyembah api, biru untuk Kristen dan kuning untuk Yahudi. Dia juga menyihir empat pulau menjadi empat buah bukit dan menempatkannya di sekeliling danau. Dan sejak itu ia akan mendatangiku setiap hari untuk menyiksaku. Ia akan memberiku ratusan kali cambukan hingga seluruh tubuhku penuh dengan darah. Setelah puas, ia akan menyelimutiku dengan baju dari kulit kambing yang berbulu dan membuat seluruh kulitku gatal. Dan kemudian memakaikan baju kebesaranku di atasnya, bukan untuk menghormatiku, tapi semata-mata untuk menghina penderitaanku. Oh ya Alloh berilah aku kesabaran untuk menerima cobaanmu. Aku akan bersabar hingga mendapat pertolongan-Mu!” kata Raja muda itu sambil menangis.
Sultan sangat tersentuh mendengar cerita tersebut. Ia bertekad untuk menolongnya dan membalas kekejaman istri raja muda itu.
“Katakanlah! Dimana aku bisa menemukan wanita penyihir itu,” tanya Sultan.
“Tuanku, Ia pasti sedang berada di dalam Istana Air Mata yang ia bangun. Sebuah bangunan dengan kubah di atasnya. Ia akan mengunjungi tempat itu setiap pagi setelah menyiksaku, untuk memberinya ramuan obat yang membuatnya tetap hidup.”
“Demi Alloh! Aku akan menolongmu sehingga Alloh mencatatnya sebagai kebaikan,” kata Sultan.
0 komentar:
Posting Komentar