Sultan menunggui Raja Muda itu hingga waktu subuh datang. Setelah itu ia bangkit, melepaskan mantelnya dan menyiapkan pedangnya. Lalu pergi ke Istana Air Mata. Puluhan lilin menyinari ruangan itu dan aroma parfum yang semerbak hampir membuat Sultan kehilangan kesadaran. Akhirnya ia menemukan budak itu terbaring di sebuah dipan. Ia segera membopongnya dan melemparkannya ke dalam sumur hingga ia tewas. Sultan mengambil alih tempat budak tersebut dan menyelimuti dirinya dengan selembar kain untuk meyembunyikan pedangnya.
Ratu datang beberapa saat kemudian setelah ia memberikan seribu cambukan kepada suaminya yang malang.
“Aduh, nsib buruk apa yang telah memisahkanku dengan cintaku?” ratapnya.
“Oh pangeranku!” katanya kepada Sultan yang ia sangka sebagai kekasihnya. “Bicaralah padaku meski hanya sekali! Katakan bahwa kau mencintaiku seperti yang sering kau ucapkan dulu. Maka aku akan merasa bahagia.”
Sultan dengan menirukan dialek orang negro menjawab lirih, “Tiada kekuatan kecuali atas izin Alloh swt.”
Wanita itu menjerit gembira. “Oh kekasihku…benarkah engkau yang berbicara?”
“Perempuan jahat! Kautidak pantas mendapatkan cinta dari siapapun!” kata Sultan.
“Apa? Kau menyakiti hatiku?” tangisnya.
“Setiap hari, teriakan-tangisan dan keluhan suamimu yang kau siksa dengan kejam mengganggu tidurku. Aku pasti bisa sembuh lebih cepat jika kau tidak menyihirnya. Itulah penyebab kebisuanku selama ini,” kata Sultan.
“Kalau begitu, kau ingin aku mengubahnya kembali menjadi manusia?” tanyanya.
“Ya! Dan suruh ia pergi dari sini sehingga teriakannya tidak lagi menggangguku!” kata Sultan.
Ratu segera berlari menuju ruangan tempat ia menyihir suaminya. Diambilnya segelas air yang telah ia bacakan mantra.
“Jika Sang Maha Pencipta telah menggariskan bentukmu yang sekarang sebagai takdirmu maka jangan berubah. Tapi jika kau seperti ini karena mantra yang kuucapkan maka berubahlah ke bentuk aslimu! ” katanya sambil melemparkan air mantranya.
Dalam sekejap raja muda tersebut bisa bangkit dari tempat duduknya. Ia mengucap syukur kepada Alloh atas pertolongan-Nya.
“Cepat pergi!” kata istrinya. “Dan jangan pernah kembali lagi!”
Raja muda berpura-pura pergi, padahal sebenarnya ia bersembunyi dan menunggu hasil rencana Sultan.
Ratu kembali ke tempat Sultan berada dengan kegembiraan yang tepancar di wajahnya.
“Aku telah melaksanakan perintahmu. Bangkitlah cintaku, sehingga aku bisa menggenggam tanganmu!” katanya.
“Aku tidak bisa sebelum kau melakukan satu hal lagi yang merupakan akar masalah dari penyakitku ini,” kata Sultan.
“Apakah itu? Katakanlah! Aku akan segera melakukannya,” kata wanita itu.
“Bagaimana mungkin kau tidak tahu,” teriak Sultan. “Setiap malam, warga kota yang telah kau sihir menjadi ikan menengadahkan kepalanya ke atas langit dan mendoakan kesialan bagi kita. Itulah yang membuat kesembuhanku berjalan lambat. Sekarang pergilah dan kembalikan keadaan negeri ini seperti semula. Setelah semua selesai, kau bisa mengenggam tanganku dan membantuku bangkit!”
0 komentar:
Posting Komentar